De Ongekroonde van Java : Raja Jawa Tanpa Mahkota

De Ongekroonde van Java
Raja Jawa Tanpa Mahkota

Namanya Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, nama yang jarang terdengar. Ia lahir pada saat gunung Krakatau meletus di TegalsariPonorogoJawa Timur16 Agustus 1882. Anak kedua dari 12 bersaudara yang akrab disa Tjokro. Ayahnya bernama R.M. Tjokroamiseno salah satu penjabat peribumi pada masa Hindia Belanda. Kakeknya mantan Bupati Ponorogo yaitu  R.M. Adipati Tjokronegoro yang mengajarkan nya tentang hidup sebagai orang jawa. Ia adalah salah satu bangsawan peribumi. Tjokro remaja merasa bahwa Belanda sudah kelewatan mengeksploitasi kekayakan alam indonesia.

Suatu saat Tjokro berdiri di depan kelas sambil menahan buku dikepalanya karena tak patuh dengan gurunya. Guru Tjokro remaja, yang berasl dari Belanda berkata “Jika jarak tempuh antara benua asia dan eropa lebih cepat apa akibatnya?”. Tjokro muda menjawab, “Saya tau akibatnya, orang – orang Eropa datang kesini untuk mencari  apa yang mereka tidak punya karet, kopi, pala cengkeh tembakau, untuk pabrik-pabrik mereka. Mereka juga mencari pelabuhan-pelabuhan hangat untuk mengambil hasil kita sepanjang tahun orang Eropa disini hanya menjadi raja sahari” balas Tjokro. Gurunya terus menambahkan buku – buku ditas kepala nya, sambil berkata “kamu banyak bicara! Tutup mulut mu! Tutup mulutmu!”.

Setelah Tjokro tumbuh dewasa. Tjokro meminang Raden Ayu Soeharsikin.  Puteri seorang patih wakil bupati Ponorogo. Ia dikenal sebagai seorang wanita yang sangat halus budi pekertinya, baik perangainya, besar sifat pengampunannya dan cekatan. Istri cokro sangat mendukung apapun yang dilakukan oleh tjokro. Istri tjokro melahirkan anak pertamanya yang bernama Siti Oetari Tjokroaminoto. Meskipun dalam keluarga dan lingkungan keturunan ningrat yang hidup dengan nyaman, beliau berani mengambil keputusan dengan meninggalkan status kebangsawannya dan memulai kerja sebagai kuli pelabuhan dan ikut merasakan penderitaan rakyat-rakyat jelata. 
Setelah berpindah-pindah pekerjaan, dan jatuh bangun terlepas dari budak para kaum elit Belanda. Tjokro sekeluarga akhirnya menetap di Surabaya. Di surabaya istrinya membuat industri Batik kecil-kecilan. Tjokro menyewakan rumahnya untuk kos kosan anka muda yang secara tidak langsung menjadi murid-muridnya untuk membangun indonesia. Anak muda itu adalah Semaun, Muso, Darsono, dan Soekarno. Rumahnya itu diberinama Pondok Rumah Peneleh.

Saat di Surabaya ada sebuah pertikaian antara etnis Tionghoa dan Jawa mereka bertikai karena rakyat Tionghoa berfikir bahwa rakyat jawa mengambil lapak dagang mereka. Saat itu Tjokro melerai kedua etnis tersebut dan berkata “ Belanda senang apa bila kalian seperti ini, musuh kalian itu adalah Belanda, jika Tionghoa dan Jawa bersatu makmur negri ini". Ketika itu belanda menyalahkan rakyat jawa sehingga para pedagang tak bisa berjualan lagi. Pada pagi hari Tjokro diminta oleh H. Samanhudi (pendiri SDI) untuk menjadi pemimpin SDI di Surabaya. Pemerintah belanda mencekal SDI sehingga namanya di ganti menjadi SI (serikat Islam).

Kakeknya pernah mengatakan kepada Tjokro “ingat kata-kata penting dari nabi muhammad hijrah, berpindah dari tempat buruk ke tempat lebih baik, jadilah seperti sumbu ini membuat umat mencari jalan terang. Kata yang ke 2 Yang harus kamu ingat, Iqro baca baca”

Tjokro tidak suka dengan jalan kekerasan. Ia mendirikan SI untuk menyehjahterakan rakyat Indonesia dan bebas dari pemerintahan Belanda. Ia berjuang lewat tulisan-tulisannya di surat kabar. Tjokro pernah mengatakan "Jika kalian ingin menjadi Pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator". Hal ini sangat di terapkan oleh murid-muridnya terutama Soeharto.

Stella seorang gadis penjual koran berkata kepada Tjokro “tuan siapakah yang disebut dengan penduduk asli tuan?” Tjokro menjawab “mengapa kamu tanyakan hal itu pada ku” “organisasi tuan membicarakan tentang pemerintahan Sendiri, hukum sendiri untuk peribumi. Lalu siapa kah aku tuan Tjokro? Ibu ku budak dari bali, kawin dengan juru masak asal belanda yang ingin belajar masakan hindia belana. Aku tidak pribumi, tidak belanda. Lalu siapa kah aku tuan? bahkan pasture belanda ku tak ingin membabtisku. Siapakah yang akan melindungngi aku, sebentar tuan tolong aku ?” sambil menangis terisak isak stella berkata.  “Dimana ayahmu?” “Di belanda tuan. Apakah tuan pernahmempunyai ibu yaang disebut seorang nyai, karena menikah dengan orang belanda. Jadi anak yang terus diteriaki kafir, nyai pelacur. Ayah ku memaksa ku pergi tuan ibuku tidakmau aku lari. Suatu hari aku mendengar seseorang berbicara kepada ibuku tuan. Mereka akan segera menjemputku, membawa ku pergi dari tanah ini tuan tanah yang aku cintai, aku tidak mau” derai air mata stella semakin deras. “Aku akan berusaha keras membantumu” “Tuan Tjokro, kalau tanah ini milik Hindia siapa kah aku tuan apakah aku termasuk peribumi? Atau seperti sekarang merasa tidak punya rumah dan diasingkan, tuan tolang aku”. Tjokro menjawab dengan tegas “Aku akan terus berjuang membangun pemerintahan sendiri untuk menolong orang orang seperti kamu”.

Perjalanan Tjokro dan SI tak semulus yang di bayangkan. Ada saja kaum bangsawan atau peribumi yang memanfaatkan itu semua. Cita – cita Tjokro untuk membangun pemerintahan sendiri lewat SI tidak semulus yang di bayangkan. Tjokro bersama sahabatnya Agoes Salim memperjuangkan bangsa indonesia untuk bebas dari pemerintahan belanda. Badai terus menghampiri SI, SI terpecah-pecah, ada yang ingin tanah ada yang ingin pendidikan. Banyak fitnah berdatangan kepada Tjokro, rakyat minta pertanggung jawaban. Pada saat itu pula kekasih hatinya soeharsikin meninggal. Sebelum istrinya wafat istrinya berkata “mas katanya kau ingin menjadi kapuk putih, menjadi bantal, selendang, selimut buat rakyatmu? Rakyat butuh kamu”. Setelah itu soeharsikin menghembuskan nafas terakhirnya saat Tjokro menemui rakyatnya yang berada di teras.

Pada 1929, Tjokro dijebloskan ke jeruji besi di Kah Sosok Surabaya oleh pemerintah Belanda karena dituding sebagai dalang pemberontakan buruh di Garut, Jawa Barat dan surat kabar yang berisikan ajakan untuk membenci pemerintah Hindia Blanda. Sebelum Ia di bawa ke penjara ia mengatakan kepada rakyatnya “akan ku buktikan tidak akan ada penjara yang sanggup untuk membenjarakan kebebasa dan harapan tidak ada pelru yang sanggup untuk menahan keadilan dan hak-hak kita mari kita wujudkan bersama cita-cita kita bersama, dirikan pemerintahan sendiri di zaman baru dengan hukum dunia”

Di dalam penjara bersama seseorang bernama abdullah salah satu penyidik belanda “ tuan sungguh pandai berstrategi”. Tjokro menjawab “berstrategi?, abdullah. Datangnya dek abdullah ke tanah ini adalah strategi atau hijrah? Yamman malaka lalu ke tanah ini, ini bukan soal dayang atau wayangnya iqro dek baca baca. Kita terperangkap dalam rencana kita masing-masing, kita adalah generasi baru hidup di zaman baru. Sudah semestinya kita tidak terperangkap kedalam pikiran kita masing-masing. Sudah saatnya hijrah dari bencana kita masing – masing”.

Setelah enam bulan di penjara, Tjokro tidak terbukti bersalah dan dikeluarkan. Pada 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun ia menyelesaikan hijrahnya untuk negri ini, sang raja jawa tanpa mahkota pun berpulang. Trimakasih telah hidup lebih dari setengah abad untuk negri ini Tjokroaminoto. Hanya ada satu cara untuk berhijrah Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat.

Akhir kata gue Cuma mau bilang, bludder cokro enak banget apalagi yang smoked beef ter the best J

Biografi Tokoh : Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto

Oleh : Aurellia Nadhira 
Sumber Gambar : pinterest.com

Komentar